PT. IRSANDY

Coal Mining Project - KOMPLEKS BALIKPAPAN BARU. Blok FJ3 / 28. Kota Balikpapan. Phone ; +62 542 7212429.

KELAS DAN JENIS BATUBARA

Beramcam - macam Jenis Batubara.

Pengiriman Batubara

Pengiriman Batubara menggunakan kapal tugboat.

Exavator kami yang tangguh

Exavator kami yang tangguh.

Operasional Batubara

Kami menggunakan Alat berat yang sangat efisien untuk kelancaran Operasional Batubara

Selasa, 12 Juni 2012

Jenis Batubara

Jenis Batubara



Batubara diklasifikasikan menjadi empat kategori umum, berdasarkan "ranking." Mulai dari lignit, subbitumen, bitumen sampai antrasit, mencerminkan kandungan jenis batubara tersebut terhadap jumlah panas dan tekanan yang dihasilakan.

Kandungan karbon batubara merupakan penentu utama dari panas yang dihasilkan, tetapi faktor lain juga mempengaruhi jumlah energi yang terkandung per bobotnya. (Jumlah energi dalam batubara dinyatakan dalam British thermal unit per pon. BTU adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu satu pon air sebesar satu derajat Fahrenheit.)

Antrasit
Antrasit adalah batubara dengan kadar karbon tertinggi, antara 86 sampai 98 persen, dan nilai panas yang dihasilakan hampir 15.000 BTU per pon. Paling sering digunakan dalam alat pemanas rumah.

Bitumen
Bitumen digunakan terutama untuk menghasilkan listrik dan membuat kokas untuk industri baja. Pasar batubara yang tumbuh paling cepat untuk jenis ini, meskipun masih kecil, adalah memasok energi untuk proses industri. Bitumen memiliki kandungan karbon mulai 45 sampai 86 persen karbon dan nilai panas 10.500 sampai 15.500 BTU per pon.

Subbitumen
Peringkat dibawah bitumen adalah subbitumen, batubara dengan kandungan karbon 35-45 persen dan nilai panas antara 8.300 hingga 13.000 BTU per pon. Meskipun nilai panasnya lebih rendah, batubara ini umumnya memiliki kandungan belerang yang lebih rendah daripada jenis lainnya, yang membuatnya disukai untuk dipakai karena hasil pembakarannya yang lebih bersih.

Lignit (Batu bara muda)
Lignit merupakan batubara geologis muda yang memiliki kandungan karbon terendah, 25-35 persen, dan nilai panas berkisar antara 4.000 dan 8.300 BTU per pon. Kadang-kadang disebut brown coal, jenis ini umumnya digunakan untuk pembangkit tenaga listrik.

Kamis, 07 Juni 2012

Pembentukan Batubara

 Batubara (coal) adalah sumber energi fosil yang paling banyak kita miliki di dunia ini. Batubara sendiri merupakan campuran yang sangat kompleks dari zat kimia organik yang mengandung karbon, oksigen, dan hidrogen dalam sebuah rantai karbon serta sedikit nitrogen dan sulfur. Pada campuran ini juga terdapat kandungan air dan mineral.

Pembentukan batubara

Kondisi yang baik pada proses pembentukan batubara adalah lingkungan yang berawa dangkal. Kondisi tersebut terdapat pada cekungan sedimen yang terbentuk sepanjang pantai, daerah delta dan danau. Batubara terbentuk oleh adanya perubahan secara fisik dan kimia yang dipengaruhi oleh bakteri pengurai, tekanan, temperatur, serta waktu.




Klasifikasi

Klasifikasi batubara didasarkan pada derajat dan kualitas adalah sebagai berikut:

a. Gambut (peat)

Golongan ini sebenarnya belum termasuk jenis batubara, tapi merupakan bahan bakar. Hal ini disebabkan karena masih merupakan fase awal dari proses pembentukan batubara. Endapan ini masih memperlihatkan sifat asal dari bahan dasarnya (tumbuh-tumbuhan).

b. Lignit (Batubara Coklat, “Brown Coal”)

Golongan ini sudah memperlihatkan proses selanjutnya berupa struktur kekar dan gejala pelapisan. Apabila dikeringkan maka gas dan airnya akan keluar. Endapan ini bisa dimanfaatkan secara terbatas untuk kepentingan yang bersifat sederhana, karena panas yang dikeluarkan sangat rendah.

c. Sub-Bituminous (Bitumen Menengah)

Golongan ini memperlihatkan ciri-ciri tertentu yaitu warna yang kehitam-hitaman dan sudah mengandung lilin. Ciri lain adalah sisa bagian tumbuh-tumbuhan tinggal sedikit dan berlapis. Endapan ini dapat digunakan untuk pemanfaatan pembakaran yang cukup dengan temperatur rendah. Nilai CV 3000- 6300 cal/gr

d. Bituminous

Golongan ini dicirikan dengan sifat-sifat yang padat, hitam, rapuh (brittle) dengan membentuk bongkah-bongkah prismatik. Berlapis dan tidak mengeluarkan gas dan air bila dikeringkan. Endapan ini dapat digunakan antara lain untuk kepentingan transportasi dan jenis industri kecil. Nilai CV antara 6300 – 7300 cal/gr.

e. Antrasite

Merupakam kelas batubara yang tinggi, warna hitam sangat mengkilap, keras, dan kompak. Nilai CV lebih dari 7300 cal/gr.

Kualitas Batubara

Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang mempengaruhi potensi kegunaannya. Umumnya, untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisis kimia pada batubara yang diantaranya berupa analisis proksimat dan analisis ultimat. Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah air (moisture), zat terbang (volatile matter), karbon padat (fixed carbon), dan kadar abu (ash), sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk menentukan kandungan unsur kimia pada batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, unsur-unsur tambahan. Berikut parameter-parameter yang sering menjadi acuan dalam menentukan kualitas batubara:

a. Kalori (Calorific Value atau CV, satuan cal/gr atau kcal/kg)

Kandungan nilai kalor total batubara adalah kandungan panas pada batubara yang dihasilkan dari pembakaran setiap satuan berat dalam jumlah kondisi oksigen standar.

b. Kadar Kelembaban (Moisture, satuan persen)

Hasil analisis untuk kelembaban terbagi menjadi free moisture(FM) dan inherent moisture (IM). Adapun jumlah dari keduanya disebut dengan total moisture (TM). Kadar kelembaban mempengaruhi jumlah pemakaian udara primernya.

c. Zat terbang (Volatile Matter atau VM, satuan persen)

Kandungan zat terbang adalah senyawa organic didalam batubara yang dibebaskan pada saat batubara dipanaskan dengan temperature tertentu.

d. Kadar abu (Ash content, satuan persen)

Kandungan abu adalah sisa pembakaran batubara pada suhu tertentu. Semakin tinggi kadar abu, secara umum akan mempengaruhi tingkat pengotoran (fouling), keausan, dan korosi peralatan yang dilalui.

e. Kadar sulfur (Sulfur content, satuan persen)

Kadar belerang total (Sulfur total) dalam batubara adalah jumlah seluruh belerang yang terkandung dalam batubara, baik berupa belerang sulfat, belerang pirit maupun belerang organik.

f. Kadar karbon (Fixed Carbon atau FC, satuan persen)

Jumlah kandungan karbon yang terdapat dalam batubara.

g. Ukuran (Coal size)

Ukuran butir batubara dibatasi pada rentang butir halus (pulverized coal atau dust coal) dan butir kasar (lump coal). Butir paling halus untuk ukuran maksimum 3 milimeter, sedangkan butir paling kasar sampai dengan ukuran 50 milimeter.

h. Tingkat ketergerusan (Hardgrove Grindability Index atau HGI)

Pemanfaatan Batubara

Batubara memiliki penggunaan yang penting di seluruh dunia. Adapun penggunaan batubara diantaranya adalah sebagai:

a. Pembangkit tenaga listrik

Pembangkit listrik tenaga uap memanfaatkan batubara sebagai energi primer untuk membangkitkan uap. Proyek pembangunan pusat tenaga listrik 10.000 MW di Indonesia seluruhnya menggunakan batubara sebagai bahan bakar.

b. Produksi baja

Batu bara penting bagi produksi besi dan baja; sekitar 64% dari produksi baja di seluruh dunia berasal dari besi yang dibuat di tanur tiup yang menggunakan batu bara. Produksi baja mentah dunia berjumlah 965 juta ton pada tahun 2003, menggunakan batu bara sekitar 543 juta ton.

c. Produksi semen

Batu bara digunakan sebagai sumber energi dalam produksi semen. Energi yang dibutuhkan untuk memproduksi semen sangat besar. Oven biasanya membakar batu bara dalam bentuk bubuk dan membutuhkan batu bara sebanyak 450g untuk menghasilkan semen sebanyak 900g. Batu bara mungkin akan tetap menjadi masukan penting untuk industri semen dunia di tahun-tahun yang mendatang.

d. Fungsi lain

Berbagai kegunaan lain dari batubara adalah:

Ø Pembuatan karbon teraktivasi

Ø Pembuatan serat karbon

Ø Pembuatan metal silikon

Ø Pembuatan briket batubara

Pengolahan Batubara

a. Produksi

Batubara merupakan sumberdaya material yang terdapat di dalam tanah. Batubara yang lebih muda berada di kedalaman yang tidak jauh dari permukaan. Proses pertambangan batubara terbagi menjadi dua, yakni tambang terbuka dan tambang bawah tanah.

Distribusi
Batubara yang dihasilkan dari lokasi tambang didistribusikan dengan menggunakan kereta batubara dan kapal (tongkang). Proses ekspor impor umumnya menggunakan kapal besar yang mampu menampung hingga 50.000 ton setiap pengangkutan.

Penyimpanan
Batubara memiliki sifat unik yakni mampu terbakar sendiri jika kondisi-kondisinya mendukung. Diperlukan perlakuan khusus untuk meminimalisasi kerugian akibar pembakaran spontan ini. Biasanya, batu bara disusun berdasarkan nilai kalornya.

Teknologi Batubara

Teknologi pembakaran
Teknologi pembakaran batubara dikembangkan untuk menambah efisiensi pada pembangkit listrik tenaga uap. Efisiensi yang tinggi tidak hanya didasarkan pada kefektifan pembakaran tiap satuan batubara untuk menghasilkan listrik, akan tetapi dapat mengakibatkan semakin sedikitnya emisi karbon yang dihasilkan. Pengembangan teknologi ini diantaranya:

Ø Fluidized bed combustion

Ø Pengembangan supercritical & ultacritical boiler

Ø Integrated gasification combined cycle

Teknologi penanganan polusi
Coal cleaning

Coal cleaning biasa disebut sebagai coal preparation. Batubara yang akan digunakan terlebih dahulu digerus dan dibersihkan dari mineral-mineral yang dapat mencemarkan lingkungan. Proses ini memberikan keuntungan diantaranya: mengurangi kandungan abu hingga 50%, menambah efisiensi, dan menambah nilai kalor batubara.

Particulate emissions

Particulate emission, seperti abu dari pembakaran batubara, dapat menyebabkan berbagai macam masalah. Misalnya pernapasan yang terganggu, gannguan jarak pandang, dan lain-lain. Berbagai teknologi digunakan untuk mengurangi emisi ini, bahkan dapat mengurangi emisi hingga 99,5%. Teknologi-teknologi tersebut diantaranya:

Ø Electrostatic Precipitators (ESPs)

Ø Fabric Filters

Ø Hot Gas Filtration Systems

Ø Wet Particle Scrubbers

Flue gas desulphurization

FGD digunakan untuk mengurangi emisi sulfur pasca pembakaran.FGD ini dapat diklasifikasikan kedalam beberapa kategori :

Ø wet scrubbers

Ø spray dry scrubbers

Ø sorbent injection processes

Ø dry scrubbers

Ø regenerable processes

Ø combined SO2/NOx removal processes

c. Pencairan batubara

Di sejumlah negara, batu bara dikonversikan menjadi bahan bakar cair – suatu proses yang disebut pelarutan. Bahan bakar cair dapat disuling untuk menghasilkan bahan bahar pengangkut dan produk-produk minyak lainnya seperti plastik dan bahan pelarut. Ada dua metode pelarutan utama:

Ø Pencairan batubara langsung, dimana batubara dikonversikan menjadi bahan bakar cair dalam suatu proses tunggal

Ø Pencairan batubara tidak langsung, dimana batubara dijadikan gas kemudian dikonversikan menjadi zat cair.

Batubara di Indonesia

Jumlah sumber daya batubara Indonesia tahun 2005 berdasarkan perhitungan Pusat Sumber Daya Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral adalah sebesar 61,366 miliar ton. Sumber daya batubara tersebut tersebar di19 propinsi.

Harga Batubara

Harga batubara sejak dulu lebih rendah dari harga bahan bakar lain terutama minyak bumi. Namun demikian, harga batubara setiap saat mengalami perubahan dan sangat dipengaruhi oleh kualitas, stok, dan distribusi ke konsumen. Gambar dibawah adalah harga batubara pada Agustus 2008

Referensi

Akrom, Hanifa. Laporan Kerja Praktek di PTBA, Lampung. 2008

Febriantara, Aris. Laporan Kerja Praktek di PTBA, Lampung. 2008

Febriantara, Aris. Pengukuran Parameter Kinetik Oksidasi Batubara denganMenggunakan Metode Oksidasi Adiabatik dan Crossing Point, Skripsi, Depok. 2008

Sumber Daya Batubara: Tinjauan Lengkap mengenai Batubara, World Coal Institute

Tim Kajian Batubara Nasional. Batubara Indonesia. 2006

Selasa, 05 Juni 2012

Sejarah & Perundangan Batubara

 Sejarah & Perundangan Batubara



Batubara sesungguhnya masuk kategori Energi Primer, karena batubara dapat menghasilkan listrik sebagai energi  sekunder. Batubara masuk kepada energi fosil atau energi  yang tidak terbarukan sehingga harus dikelola dengan baik. Namun sejarah peraturan perundang-undangan batubara mengikuti pertambangan dan atau sumber daya mineral.

Sejarah peraturan pertambangan batubara mengikuti peraturan pertambangan lainnya mulai sejak Jaman Penjajahan Belanda yakni Mijnwet sampai dengan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan dan Batubara. Karena potensi Batubara di Indonesia sangat besar  dalam UU No. 4 Tahun 2009 itu diatur secara khusus dibandingkan sumberdaya mineral lainnya.

Berikut Sejarah yang berasal dari Buku  Mineral dan Energi Kekayaan Bangsa, Sejarah Pertambangan dan Energi Indonesia, Editor : Djoko Darmono, Penerbitan dan Publikasi Departemen Energi Sumber Daya Mineral, 2009

Penjajahan Belanda – Mijnwet sistem Kontrak 5A

Sejak zaman Hindia Belanda, di Nusantara berlaku Mijnwet dengan semua peraturan pelaksanaan dan perubahannya. Dalam Mijnwet tidak dibedakan antara minyak dan gas bumi dengan bahan galian lainnya. Oleh sebab itu, pengusahaan kedua bahan tambang ini diatur berdasarkan asas hukum yang sama, kecuali segi teknik yang memerlukan pengaturan  terpisah.  Berdasarkan Mijnwet, konsesi  untuk mengusahakan bahan galian tertentu dapat diberikan baik kepada perseorangan maupun perusahaan swasta dengan membayr royalty. Pemegang konsesi mempunyai hak untuk melaksanakann penambangan dalam wilayah konsesinya selama 75 tahun. Dalam tahun 1910, Pemerintah Hindia Belanda menambahkan Pasal 5A pada Mijnwet. Perubahan ini cukup mendasar, karena ketentuan baru ini pada dasarnya Pemerintah Hindia Belanda melaksanakan sendiri usaha pertambangan, termasuk pertambangan minyak dan gas bumi. Sejak tahun itu dibedakan antara pengelolaan bahan galian minyak dan gas bumi dan bahan galian usaha pertambangan lainnya yang masih menggunakan dasar konsesi murni.

Undang-Undang Tambang menentukan siapa yang berhak menambang, cara memperoleh hak, dan kewajiban pemegang hak. Peraturan polisi tambang menentukan pihak yang berhak mengawasi usaha menambang dan cara mengawasi.

Jaman Penjajahan Jepang  1942-1945

Jepang tidak membuat UU sendiri baik di bidang pertambangan maupun kelistrikan

Jaman Proklamasi

Semenjak Proklamasi Kemerdekaan dan Indonesia mempunyai UUD 1945 yang berlaku sejak 18 Agustus 1945, Undang-undang  pertambangan pada masa Hindia Belanda  masih tetap diberlakukan untuk waktu yang cukup lama, meskipun dirasakan tidak sesuai dengan prinsip dasar yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

Usaha Pemerintah menggantikan Mijnwet  telah dimulai sejak adanya Mosi Teuku Moehammad Hasan  dan kawan-kawan  pada tahun 1951, yang diikuti  dibentuknya Panitia Negara Urusan Pertambangan (PNUP). Salah satu tugas PNUP adalah mempersiapkan undang-undang pertambangan Indonesia yang sesuai dengan keadaan alam kemerdekaan berdasarkan ekonomi nasional. Panitia ini berhasil menyusun rancangan undang-undang (RUU) pertambangan, namun sampai PNUP bubar, RUU ini tidak pernah menjadi undang-undang  karena banyaknya kepentingan politik pada masa itu.

Setelah Presiden mendekritkan berlakunya UUD 1945, barulah Indonesia mempunyai undang-undang pertambangan nasional, yaitu UU No. 37 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan, dan UU No. 44 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi. Kedua undang-undang ini dijadikan landasan berpijak dalam menetapkan kebijakan di bidang pertambangan dan perminyakan sebagai pengganti Mijnwet. Memasuki masa baru, agar pertambangan dapat lebih berkembang sejalan dengan dibukanya pintu bagi penanaman modal asing menurut UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing , maka diterbitkan UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, menggantikan UU No. 37 Prp Tahun 1960.

Krisis moneter di Indonesia yang terjadi pada tahun 1997 memberikan dampak yang luas pada pereknomian nasional, yang mengakibatkan berakhirnya pemerintahan Soeharto pada tahun 1998 dan memasuki masa reformasi. Beberapa situasi penting yang berubah, menyangkut perubahan lingkungan strategis, antara lain, semangat otonomi daerah, globalisasi, hak asasi manusia, hak atas kekayaan intelektual, demokratisasi dan lingkungan hidup. Perubahan-perubahan itu diantisipasi oleh Pemerintah dalam berbagai kebijakan maka lahirlah UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral  dan Batubara.