Selasa, 05 Juni 2012

Sejarah & Perundangan Batubara

 Sejarah & Perundangan Batubara



Batubara sesungguhnya masuk kategori Energi Primer, karena batubara dapat menghasilkan listrik sebagai energi  sekunder. Batubara masuk kepada energi fosil atau energi  yang tidak terbarukan sehingga harus dikelola dengan baik. Namun sejarah peraturan perundang-undangan batubara mengikuti pertambangan dan atau sumber daya mineral.

Sejarah peraturan pertambangan batubara mengikuti peraturan pertambangan lainnya mulai sejak Jaman Penjajahan Belanda yakni Mijnwet sampai dengan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan dan Batubara. Karena potensi Batubara di Indonesia sangat besar  dalam UU No. 4 Tahun 2009 itu diatur secara khusus dibandingkan sumberdaya mineral lainnya.

Berikut Sejarah yang berasal dari Buku  Mineral dan Energi Kekayaan Bangsa, Sejarah Pertambangan dan Energi Indonesia, Editor : Djoko Darmono, Penerbitan dan Publikasi Departemen Energi Sumber Daya Mineral, 2009

Penjajahan Belanda – Mijnwet sistem Kontrak 5A

Sejak zaman Hindia Belanda, di Nusantara berlaku Mijnwet dengan semua peraturan pelaksanaan dan perubahannya. Dalam Mijnwet tidak dibedakan antara minyak dan gas bumi dengan bahan galian lainnya. Oleh sebab itu, pengusahaan kedua bahan tambang ini diatur berdasarkan asas hukum yang sama, kecuali segi teknik yang memerlukan pengaturan  terpisah.  Berdasarkan Mijnwet, konsesi  untuk mengusahakan bahan galian tertentu dapat diberikan baik kepada perseorangan maupun perusahaan swasta dengan membayr royalty. Pemegang konsesi mempunyai hak untuk melaksanakann penambangan dalam wilayah konsesinya selama 75 tahun. Dalam tahun 1910, Pemerintah Hindia Belanda menambahkan Pasal 5A pada Mijnwet. Perubahan ini cukup mendasar, karena ketentuan baru ini pada dasarnya Pemerintah Hindia Belanda melaksanakan sendiri usaha pertambangan, termasuk pertambangan minyak dan gas bumi. Sejak tahun itu dibedakan antara pengelolaan bahan galian minyak dan gas bumi dan bahan galian usaha pertambangan lainnya yang masih menggunakan dasar konsesi murni.

Undang-Undang Tambang menentukan siapa yang berhak menambang, cara memperoleh hak, dan kewajiban pemegang hak. Peraturan polisi tambang menentukan pihak yang berhak mengawasi usaha menambang dan cara mengawasi.

Jaman Penjajahan Jepang  1942-1945

Jepang tidak membuat UU sendiri baik di bidang pertambangan maupun kelistrikan

Jaman Proklamasi

Semenjak Proklamasi Kemerdekaan dan Indonesia mempunyai UUD 1945 yang berlaku sejak 18 Agustus 1945, Undang-undang  pertambangan pada masa Hindia Belanda  masih tetap diberlakukan untuk waktu yang cukup lama, meskipun dirasakan tidak sesuai dengan prinsip dasar yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

Usaha Pemerintah menggantikan Mijnwet  telah dimulai sejak adanya Mosi Teuku Moehammad Hasan  dan kawan-kawan  pada tahun 1951, yang diikuti  dibentuknya Panitia Negara Urusan Pertambangan (PNUP). Salah satu tugas PNUP adalah mempersiapkan undang-undang pertambangan Indonesia yang sesuai dengan keadaan alam kemerdekaan berdasarkan ekonomi nasional. Panitia ini berhasil menyusun rancangan undang-undang (RUU) pertambangan, namun sampai PNUP bubar, RUU ini tidak pernah menjadi undang-undang  karena banyaknya kepentingan politik pada masa itu.

Setelah Presiden mendekritkan berlakunya UUD 1945, barulah Indonesia mempunyai undang-undang pertambangan nasional, yaitu UU No. 37 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan, dan UU No. 44 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi. Kedua undang-undang ini dijadikan landasan berpijak dalam menetapkan kebijakan di bidang pertambangan dan perminyakan sebagai pengganti Mijnwet. Memasuki masa baru, agar pertambangan dapat lebih berkembang sejalan dengan dibukanya pintu bagi penanaman modal asing menurut UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing , maka diterbitkan UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, menggantikan UU No. 37 Prp Tahun 1960.

Krisis moneter di Indonesia yang terjadi pada tahun 1997 memberikan dampak yang luas pada pereknomian nasional, yang mengakibatkan berakhirnya pemerintahan Soeharto pada tahun 1998 dan memasuki masa reformasi. Beberapa situasi penting yang berubah, menyangkut perubahan lingkungan strategis, antara lain, semangat otonomi daerah, globalisasi, hak asasi manusia, hak atas kekayaan intelektual, demokratisasi dan lingkungan hidup. Perubahan-perubahan itu diantisipasi oleh Pemerintah dalam berbagai kebijakan maka lahirlah UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral  dan Batubara.

0 komentar:

Posting Komentar